Haruskah Membiarkan Judi Online Merajalela?

Krimonolog menilai judi online sulit diberantas karena sudah jadi kultur. Kemenkominfo juga tak akan bertindak jika tak ada laporan. Tapi akankan judi online dibiarkan?.

Menjawab judi online yang merajalela di Indonesia Kepala Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan pemerintah dengan tegas tidak membenarkan adanya judi online.

Namun untuk menindak kasus perjudian, terlebih dulu harus ada anggota masyarakat yang melaporkan kejahatan itu ke kepolisian.

“Karena kami menggunakan delik aduan, maka harus ada laporan, kami tidak bisa langsung menutupnya nanti melanggar hak asasi,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, kemarin.

Ia menambahkan judi online modusnya sama dengan prostitusi online yang sukar dilacak meskipun terlihat. Kemenkominfo juga tidak bisa mengawasi satu per satu situs online yang ada.

Pelanggaran konten yang ada di internet berupa judi online akan dikaitkan dengan UU ITE. Sedangkan RUU Cyber Crime yang sedang dalam tahap Prolegnas di DPR, kata Gatot bisa lebih kuat dalam menjerat kejahatan judi online. “Saran kami jika ada indikasi kejahatan online, laporkan ke kepolisian, nanti kami akan tutup,” timpalnya.

Kriminolog UI Erlangga Masdiana menilai sulit untuk menghapus judi online. Karena judi memang sudah menjadi kultur masyarakat Indonesia sehingga hal itu dijadikan komoditi oleh berbagai pihak. “Akses internet sangat sulit dibendung, sekalipun judi online situsnya ditutup maka dia akan hilang dan timbul bagai jamur,” papar Erlangga.

Wakil Ketua ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure) M Salahuddin juga memaparkan, pemerintah sulit menangkap pelaku judi online, karena memang behaviour-nya masih sulit dilacak.

“Ketika satu orang bermain judi online melalui warnet apakah langsung bisa ditangkap? sulit karena sifatnya yang maya,” katanya yang lembaganya meneliti log catatan di internet itu. Kejahatan online bisa terbukti jika secara fisik tertangkap tangan, ada uang, ada transaksi dan sifatnya kelompok besar.

Erlangga juga menilai pemberantasan judi online bisa dilakukan. Caranya antara lain dengan membentuk karakter masyarakat untuk bersikap enggan terhadap judi, baik online maupun offline. “Perilaku adalah kuncinya, meskipun teknologi menyediakan, tapi kalo masyarakat tak suka judi jelas akan membantu menghilangkan perjudian,” jelasnya.

Pemerintah, tambahnya, bisa menutup situs yang dinilai melanggar hukum. Sementara pengejaran bandar lebih menguntungkan, karena bisa memutus mata rantai utama distribusi jaringan judi online.

Salahuddin menilai pemerintah secara umum masih kurang memperhatikan masalah judi online dan membiarkannya. “Tidak ada tindakan spesifik terhadap peminat judi online yang jumlahnya mencapai ribuan orang di Indonesia,” imbuhnya.

Namun ia mengakui dengan peraturan yang berlaku di Indonesia saat ini, sulit menangkap pelaku yang menggunakan server di luar negeri. Selama ini masalah seperti itu yang menjadi kendala utama untuk meringkus penyedia jasa judi online.

Sementara Nawala yang merupakan kerjasama antara ID-SIRTII dan AWARI (Asosiasi Warung Internet Indonesia) untuk mengawasi konten online yang dianggap melanggar ketentuan UU juga kurang efektif.

Nawala sistemnya berupa pengaduan masyarakat dan terkadang masih terjadi perdebatan apakah sebuah situs dianggap melanggar Undang-Undang atau tidak. “Solusinya saat ini adalah melalui paket dari ISP untuk memberikan pilihan kepada konsumen dengan paket terfilter atau tidak,” tandasnya.